Bisnis penyewaan perkantoran di kota-kota besar termasuk yang tidak pernah sepi peminat. Terutama untuk gedung-gedung yang berlokasi strategis. Hampir seluruh jasa persewaan ruangan yang termasuk dalam jasa persewaan barang tidak bergerak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sehingga dengan menyewa gedung, akan akan perhitungan pajak sewa gedung tersendiri.
Sebelum membahas lebih jauh, kita akan mencari tau dulu tentang biaya sewa, yang merupakan kewajiban perusahaan yang harus dibayarkan kepada suatu pihak atas jasa pihak bersangkutan, yang telah meminjamkan aktiva untuk kepentingan perusahaan. Secara umum, pajak sewa gedung di antaranya:
- Jasa sewa untuk perkantoran
- Jasa sewa untuk pertokoan atau tempat usaha lainnya
- Jasa sewa untuk tempat tinggal, flat atau apartemen
- Jasa sewa untuk pertemuan (convention hall), kecuali persewaan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, penginapan, motel, losmen dan hostel.
Ketentuan Pajak Sewa Gedung
Kemudian, untuk sewa bangunan sendiri dikenakan dua jenis pajak, yaitu PPh pasal 4 ayat 2 dan PPN. Dimana ketentuan tersebut berlaku apabila pihak penyewa tanah atau bangunan adalah Badan pemerintah, Subjek pajak badan dalam negeri, Penyelenggara kegiatan, Bentuk usaha tetap, Kerjasama operasi, dan Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.Secara detail dijabarkan sebagai berikut:
- Atas pembayaran biaya sewa bangunan oleh suatu perusahaan, pemilik tanah dan bangunan wajib menerbitkan faktur pajak atas pungutan PPN sebesar 10% x seluruh biaya sewa atas transaksi sewa bangunan tersebut.
- Apabila pemilik tanah merupakan PKP, maka biaya sewa yang dibayarkan utuk satu periode/ tahun tidak termasuk pajak PPN. Namun apabila pemilik tanah bukan PKP, maka biaya sewa adalah uang sewa ditambah PPN yang telah dibayarkan. Dengan kata lain biaya sewa yang dibayarkan pihak penyewa sudah mengandung unsur PPN di dalamnya.
- Selain PPN penyewaan bangunan juga dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 sebesar 10% dari seluruh biaya sewa. Pihak penyewa wajib memberi bukti pemotongan Pph pasal 4 ayat 2 ke pemilik tanah dan bangunan tersebut.
- Pajak atas sewa bangunan merupakan jenis pajak yang bersifat final, hal ini sebagaimana tertulis dalam UU no. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Ketentuan untuk potongan pajak atas sewa bangunan diantaranya :
- Apabila penyewa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri dan orang pribadi yang ditetapkan DJP maka PPh terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan/ yang menerima penghasilan.
- Apabila penyewa adalah orang pribadi / bukan subjek pajak penghasilan maka PPh terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.
Contoh kasus:
A adalah seorang pengusaha dan menyewa gedung milik B, harga sewa per tahun adalah Rp 100 juta. Lalu akan timbul beberapa pertanyaan mengenai PPN atas sewa bangunan.
Pajak apa saja yang dikenakan pada pemilik gedung dan penyewa gedung?Apakah penyewa gedung dikenakan PPN sebesar 10% yang akan disetorkan ke kas negara oleh pemilik gedung?Berapa jumlah uang bersih yang akan diterima oleh pemilik gedung?
Atas kasus ini baik pihak pemilik gedung dan penyewa gedung dikenakan PPN.Penyewa gedung dikenakan PPN sebesar 10% yang harus disetorkan ke kas negara oleh pemilik gedung.Jumlah uang bersih yang akan diterima pemilik gedung adalah sebesar Rp 90 juta, yang didapatkan dari hasil Rp 100 juta – (Rp 100 juta x 10%) = Rp 100 juta – Rp 10 juta = Rp 10 juta
Perhitungan pajak sewa di atas bisa menjadi acuan perkiraan besarnya pajak yang harus dibayarkan ketika Anda menjadi penyewa dan berapa pendapatan bersih jika Anda seorang yang memiliki gedung.