Saat sudah memiliki berkeluarga, mungkin salah satu tujuan keuangan yang ingin dicapai adalah memiliki rumah sendiri. Namun, seperti diketahui bahwa harga rumah tidak murah, apalagi di kota-kota besar. Tingginya harga rumah menjadikan kemungkinan untuk membeli secara tunai semakin kecil. Salah satu alternatif pembelian hunian ini adalah dengan memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah atau KPR. Kalau sistem KPR konvensional mungkin sudah banyak yang tau, tapi kalau KPR syariah, apakah sudah banyak yang tau? Untuk lebih lengkapnya berikut penjelasannya.
Apa Itu KPR Syariah?
KPR syariah adalah produk perbankan untuk pembiayaan kepemilikan rumah yang sesuai dengan prinsip syariah. Kredit Pemilikan Rumah syariah disediakan oleh bank syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS). Pembayarannya dapat berupa jangka pendek, menengah, atau panjang untuk membiayai pembelian rumah tinggal, baik baru ataupun bekas dengan prinsip/akad murabahah atau dengan akad lainnya.
Dilansir dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jenis akad yang umum digunakan dalam pembiayaan kepemilikan rumah dan apartemen di Indonesia adalah:
1. Akad jual beli atau akad murabahah
Murabahah yaitu perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah dimana bank syariah akan membeli barang yang diperlukan oleh nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara bank dan nasabah.
Dalam transaksi dengan menggunakan akad ini, bank syariah akan melakukan pembelian rumah atau apartemen yang diinginkan nasabah (bank bertindak sebagai pemilik rumah) dan selanjutnya menjual rumah atau apartemen tersebut kepada nasabah dengan cara dicicil.
Bank tidak mengenakan bunga kepada nasabah atas pembayaran cicilan yang dilakukan namun mengambil margin atau keuntungan dari penjualan rumah yang telah ditetapkan sejak awal. Dikarenakan prinsip akad murabahah yang digunakan ini, besaran cicilan yang harus dibayarkan oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu yang disepakati telah ditetapkan sejak awal bersifat tetap (besaran cicilan tidak berubah).
2. Akad Musyarakah Mutanaqisah (kerja sama – sewa)
Musyarakah mutanaqisah adalah akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap.
Dalam skema ini, bank dan nasabah bersama-sama melakukan pembelian rumah atau apartemen dengan porsi kepemilikan yang telah disepakati (misalnya: bank 80% dan nasabah 20%). Selanjutnya, nasabah akan membeli rumah atau apartemen tersebut dari pihak bank dengan cara melakukan pengangsuran atau pencicilan dana menurut modal kepemilikan rumah atau apartemen yang dimiliki oleh bank. Hingga pada akhirnya semua aset kepemilikan bank telah berpindah tangan kepada nasabah. Besar cicilan yang dibayarkan oleh nasabah dengan skema ini ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah.
3. Akad lainnya: Istishna, Ijarah Muntahiyyah Bit Tamlik (IMBT)
Keuntungan KPR Syariah
Terdapat beberapa keuntungan jika Anda menggunakan KPR syariah. Pertama, KPR syariah memberikan kepastian untuk jumlah cicilan yang dibayarkan setiap bulannya. Angsuran yang dibayarkan selama masa cicilan pun tetap, sehingga dapat membantu cash flow keuangan dengan baik.
Bank mendapatkan untung dari selisih jual-beli rumah dan kerja sama bagi hasil antara pembeli dan bank. Semuanya tergantung dengan akad atau perjanjian antara bank dan Anda sebagai kreditur.
Sebagaimana telah disebutkan, akad KPR sendiri ada beberapa jenis berbeda, dua yang paling umum adalah akad Murabahah (Jual Beli) dan Musyarakah Mutanaqisah (Kepemilikan Bertahap).
Secara umum, terdapat empat skema atau istilah dari bank syariah dalam pengajuan KPR, yaitu KPR iB Jual Beli (Murabahah), KPR iB Kepemilikan Bertahap (Musyarakah Mutanaqisah), KPR iB Sewa (Ijarah), dan KPR iB Sewa Beli (Ijarah Muntahiya Bittamlik-IMBT).
Keuntungan lain yang ditawarkan KPR syariah adalah memiliki proses permohonan yang cepat, serta bisa fleksibel untuk membeli rumah baru maupun bekas. Selain itu, KPR syariah memiliki jangka waktu pembiayaan yang panjang.
Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional
Lalu, apa perbedaannya dengan KPR konvensional?
Proses Transaksi
Selain beban bunga dan riba, proses transaksi juga menjadi pembeda utama dari kedua sistem KPR ini. Pada umumnya, KPR konvensional melakukan transaksi berupa uang. Sementara itu, Kredit syariah melakukan transaksi menggunakan barang, dimana barang yang dimaksud adalah rumah itu sendiri dan dilakukan dengan prinsip jual-beli (Murabahah).
Sebagai contoh, jika Anda membeli rumah dengan KPR konvensional, maka Anda akan membayar pinjaman ditambah dengan bunga KPR dan biaya lainnya. Sedangkan, untuk kredit rumah syariah, misalnya Anda membeli rumah seharga 50 juta, maka bank syariah akan membeli rumah yang Anda inginkan, lalu menjualnya keypad Anda dengan cara mengangsur. Pihak bank akan mengambil keuntungan dari penjualan rumah tersebut dengan mengambil margin keuntungan yang telah disepakati sebelumnya, misalnya 100 juta sehingga biaya yang harus dibayar adalah 600 juta selama masa tenor.
DP dan Akad Kredit
Uang muka KPR syariah biasanya lebih ringan, yakni 10-15%, tergantung kebijakan setiap bank. Untuk akadnya sendiri dibuat berdasarkan hukum Islam, yaitu dengan sistem jual-beli atau murabahah. Utuk KPR konvensional biasanya uang muka yang harus dibayarkan minimal 20-25%. Kemudian, akad atau perjanjiannya dilandasi oleh hukum positif yang meliputi harga rumah, bunga pinjaman, cicilan per bulan, sampai jumlah yang dilunasi.
Bunga dan Jangka Waktu
Kredit rumah syariah tidak membebankan bunga kepada pembeli rumah, melainkan akan langsung mengambil keuntungan dari margin penjualan rumah. Jadi, biaya cicilan per bulannya sudah tetap. Untuk sistem KPR konvensional akan terus mengikuti acuan fluktuasi suku bunga dari Bank Indonesia. Sebagai contoh, misalnya dua tahun pertama tingkat bunga KPR konvensional yang ditetapkan oleh BI sebesar 4%, berikutnya suku bunga mengembang menjadi 7%. Dengan demikian, beban bungamu akan berbeda-beda nominalnya.
Tenor Cicilan
Dalam hal ini, KPR konvensional memang lebih menang. Pada umumnya, KPR konvensional bisa memberikan jangka waktu cicilan 5-25 tahun, bahkan ada yang sampai 30 tahun. Untuk kredit rumah syariah menerapkan sistem tenor lebih pendek, 5-15 tahun.
Denda
Kedua sistem KPR ini memiliki regulasi masing-masing dalam hal denda atau keterlambatan pembayaran. Kredit rumah syariah tidak mengenakan sanksi kepada nasabah yang telat melakukan pembayaran cicilan rumah baru. Untuk KPR konvensional, apabila nasabah terlambat atau menunggak pembayaran, maka akan dikenakan sanksi berupa denda sesuai dengan kebijakan bank tersebut.
Keunikan KPR Syariah
Selain perbedaan di atas, ada keunikan tersendiri dari KPR ini, di mana memberikan kebebasan kepada nasabah untuk menegosiasikan pilihan rumah dengan bank. Bahkan, beberapa kredit rumah syariah mengizinkan untuk tidak meneruskan pinjaman yang pertama dan berganti rumah yang lebih sesuai dengan kebutuhanmu.
KPR syariah memiliki akad kepemilikan bertahap yang disebut dengan istilah musyarakah mutanaqisah, dimana baik nasabah maupun bank sama-sama memiliki rumah dan nasabah membayar cicilan yang diberikan. Kemudian, kepemilikan akan berpindah ke tangan nasabah secara bertahap dari pihak bank.
Syarat Mengajukan KPR Syariah
Setelah mengetahui perbedaan KPR syariah dan KPR Konvensional, berikut ini prosedur yang perlu dipersiapkan untuk mengajukan KPR, di antaranya:
- Warga Negara Indonesia
- Berusia minimal 21 tahun dan maksimal 55 tahun pada saat jatuh tempo pembiayaan
- Fotokopi KTP, Kartu Keluarga dan Surat Nikah
- Fotokopi rekening koran
- Slip gaji
- Tidak melebihi maksimum pembiayaan
- Besaran cicilan tidak melebihi 40 persen penghasilan bulanan bersih
- Khusus untuk kepemilikan unit pertama, KPR syariah diperbolehkan atas unit yang belum selesai dibangun atau inden, namun kondisi tersebut tidak diperkenankan untuk kepemilikan unit selanjutnya
- Pencairan pembiayaan bisa diberikan sesuai progres pembangunan atau kesepakatan para pihak
- Untuk pembiayaan unit yang belum selesai dibangun atau inden, mesti melalui perjanjian kerja sama antara pengembang dengan bank syariah
Perlu diketahui, khusus untuk kepemilikan unit pertama, KPR syariah diperbolehkan atas unit yang belum selesai dibangun atau inden. Namun, kondisi tersebut tidak diperkenankan untuk kepemilikan rumah selanjutnya.
Apabila persyaratan tersebut sudah terpenuhi, berikut tahapan yang harus Anda lakukan untuk mengajukan KPR syariah:
1. Pilih properti yang akan dibeli
Jika ANda ingin membeli properti dari pengembang, carilah informasi bank yang telah bekerja sama dengan pengembang agar prosesnya lebih mudah dan cepat.
2. Persiapkan persyaratan pengajuan KPR
Pastikan Anda sudah memenuhi syarat umum pengajuan yang sudah dibahas pada poin sebelumnya.
3. Cari informasi biaya KPR dan biaya jual-beli properti
Untuk membeli properti dengan KPR tidak hanya memperhitungkan down payment (DP) atau uang muka, tetapi juga ada komponen biaya lainnya seperti biaya administrasi, biaya provisi, biaya asuransi, biaya notaris, biaya pengikatan agunan, biaya pajak dan balik nama terkait jual beli properti yang Anda lakukan. Untuk pembelian dari perorangan, beberapa bank juga mengenakan biaya penilaian agunan.
Terakhir, berikut beberapa tips yang perlu Anda perhatikan ketika akan memanfaatkan produk KPR syariah:
1. Pastikan pengembang yang dipilih mempunyai riwayat dan reputasi usaha yang baik serta beritikad menyelesaikan pembangunan rumah;
2. Pilih bank dengan reputasi dan layanan yang baik serta menawarkan angsuran dan biaya yang kompetitif;
3. Pilih produk yang menawarkan fitur sesuai kebutuhan Anda;
4. Siapkan dokumen dengan lengkap sejak awal pengajuan;
5. Pastikan Anda mengisi formulir aplikasi dengan data yang benar;
6. Perkirakan kemampuan Anda dalam membayar angsuran; dan
7. Pilih jangka waktu yang sesuai dengan kemampuan mengangsur Anda.